Rabu, 18 Februari 2009

"Sampah??"

Menarik juga perbincangan di TVRI tentang “sampah” yang dibawakan oleh Slamet Raharjo baru-baru ini. Ternyata kita masih belum bisa “merdeka”, bagaimana tidak? masalah sampah saja masih belum bisa kita tuntaskan dengan “baik dan benar”. Solusi memang sudah banyak yang membuat. demikian pula dengan kota saya tercinta “Balikpapan”. Bahkan baru-baru ini juga sedang dibahas, bagaimana sampah menjadi “uang”. Sampah bisa dijual dalam bentuk kompos, bahkan barang-barang yang cukup menarik. Lihat saja di televisi, bagaimana sekelompok Ibu-ibu menciptakan sampah menjadi barang yang menghasilkan, walaupun masih akan tetap kita temui sisa-sisa sampah.

Kalau saya simak perbincangan ini, semua memang kembali kepada diri kita masing-masing. Apakah masalah sampah memang kita perhatikan atau cuma sekedar “ikut-ikutan, latah atau terpaksa karena malu dengan Ibu RT”. Saya heran, Jakarta sebagai Ibu Kota Negara, Pusat Pemerintahan, tempat dimana "orang-orang pinter dan berpendidikan tinggi” berada. Lalu mengapa ini terjadi? Tumpukan sampah, banjir, kesehatan, pencemaran air tanah, dan sebagainya. Siapa yang salah? Itu pasti yang terpikirkan. Tapi saya bukan mau mencari siapa yang salah itu. Saya lebih tertarik, bagaimana kita menyikapi permasalahan ini. Bagaimana kita sebagai masyarakat dan “manusia” menghadapinya, ketimbang mencari siapa yang salah tadi.

“Coba dari diri sendiri!”
Ungkapan ini memang manis ditelinga, tapi pahit dilakukan. Ya, sebenarnya kalimat ini menbuat kita menyemangati diri untuk berbuat yang lebih baik lagi dimulai dari diri sendiri. Tapi dalam prakteknya, cukup banyak kendala melaksanakannya. Memang berbuat baik itu bahkan dalam niat saja sudah banyak tantangannya, apalagi bila dikerjakan. Entahlah, mungkin ini pikiran saya saja yang berburuk sangka? Tapi cuba kita perhatikan bagaimana bedanya prilaku bangsa ini dengan bangsa Eropa?

Baru-baru ini saya melihat film, dimana ada orang yang sedang membawa anjing ditaman rela memakai uang dolarnya hanya untuk membuang kotoran hewan peliharaannya ketempat sampah! Ini memang film Amerika, tapi saya tidak memperdebatkan Amerika atau memelihara Anjing! Saya terusik oleh salah satu sifat baik orang Amerika. Pernah terpikir tidak, bila sedang jalan ditaman kita makan permen, lalu kira-kira kemana akan kita buang pembungkus permen tadi?

Atau yang sedang ramai dibicarakan sekarang masalah Rokok. Bagaimana bisa ada orang ditaman yang dengan begitu bebasnya merokok! Dia bukan hanya memcemari lingkungannya dengan asapnya. Bahkan abu rokok dan puntung rokoknya pun turut serta mencemari lingkungannya! Walaupun saya bukan orang yang setuju Fatwa Haram merokok yang dikeluarkan MUI. Tapi masalah yang dianggap remeh ini pun masih belum kita “sadari” sepenuhnya.

Saya tertarik dengan ungkapan salah seorang pembicara. Kalau di luar negeri orang mencari Toilet dengan “Mata”, tapi kalau di Indonesia orang mencari Toilt dengan “Hidung”.

Ada seseorang yang menunggu keberangkatan dari Indonesia dibandara. Dia merokok dengan bebasnya, membuang abu dan puntung rokok disamping sepatunya seolah-olah lantai adalah asbak rokok. Dan membuang pembungkus permen keparit sekenanya. Tapi! 45 menit kemudian, setelah dia berada di Singapura, jangankan untuk merokok, ketika dia memakan permenpun pembungkusnya dia kantongi! APA YANG SEBENARNYA TERJADI??

Tentunya, orang yang bisa berangkat keluar negeri (selain TKI/TKW atau orang yang berangkat Haji) adalah orang-orang “berada”! Orang berada tadi tentu tidak kekurangan “Pendidikan”. Lalu bagaimana orang “berada dan berpendidikan” tadi bisa berbuat begitu? Bagaimana pula dengan orang yang setengah berada ataupun orang yang memang tidak berada? Mereka bahkan justru lebih banyak tentunya.

Sebentar lagi kita akan melaksanakan Pemilu. Begitu banyak Partai dan Calon Legislatif. Mereka tentunya orang-orang pintar, jujur, peduli dan ingin memperjuangkan rakyat “katanya”. Begitu banyak Partai Politik, begitu banyak Calon Legislatif dan begitu banyak poster-poster yang “mejeng” dipinggir-pingir jalan!

Saat ini Indnesia juga sedang dilanda musim hujan dan angin kencang yang sepertinya cukup “parah”. Bisa kita bayangkan apa yang akan terjadi kemudian dengan “poster-poster tadi”? Alhamdulillah saya tidak perlu mambayangkannya, karena saya melihatnya langsung. Poster-poster yang berjatuhan tidak karuan, bendera-bendera yang luntur warnanya sehingga tidak jelas apakah ini bendera lambang Parpol atau apa? Lalu kemana perginya keindahan kota saya?

Lalu siapa yang akan membersihkan “sampah-sampah” tadi? Petugas sampah? Ia kalau memang daerah situ ada petugasnya, kalau tidak? Orang yang memasang poster tadi? Apakah tiap hari mereka musti keliling memeriksa semua poster? (Syukur sih kalau memang ada) tapi lebih bersyukur lagi kalau orang yang empunya gambar turut membersihkannya. Kalau tidak? Apakah musti masyarakat yang membersihkannya. Ia kalau didaerah itu ada masyarakatnya kalau tidak? Alih-alih belum menjadi wakil rakyat pun sudah membebani masyarakat.

Mudahan saja pemikiran saya ini salah! Sehingga ketika besok pagi tiba saya sudah mendapati kota saya yang indah lagi, ya semoga saja……… eddy4h.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar