Rabu, 11 Februari 2009

Jangan Berlebih-lebihan



Baru-baru ini kita disuguhkan berita yang cukup menarik. Seorang anak dari keluarga sederhana kini menjadi buah bibir seantero nusantara. Bahkan di pulau Jawa, anak ini menjadi bahan berita utama diberbagai media. Anak itu bernama M. Ponari. Ya dengan batunya ajaibnya anak ini katanya mampu mengobati berbagai macam penyakit. Asal muasal berawal dari ketika sang Ponari bermain-main saat hujan, kemudian ia merasa dilempar batu pada saat petir menyambar. Batu sebesar telur ayam yang berbentuk mirip kepala belut itu ketika ia ambil dari telapak kakinya katanya mengeluarkan sinar kemerah-merahan. Entah bagaimana ceritanya hingga sampai banyak yang datang untuk berobat kepada si dukun cilik ini.

Berkat batu ajaib tersebut pelajar kelas 3 SDN Balongsari I, Dusun Kedungsari, Desa Balongsari, Kecamatan Magaloh, Jombang tiba-tiba menjadi terkenal. Beribu-ribu orang datang untuk berobat kepadanya. Bahkan omsetnya perhari mencapai puluhan juta rupiah. Keluarga sederhana kini kebanjiran rezeki berlimpah. Bagaimana Kuasa Tuhan dapat merubah kehidupan Makhluk Nya dengan seketika? “Apabila ALLAH menghendaki sesuatu, maka hanya dengan perintah : "Jadilah" maka terciptalah dia (QS. Yaasin : 82)”.

Tak pelak, tetangga pun ikut kebajiran rejeki, dari yang menyewakan tempat berteduh, menjual toples sampai menjual air mineral yang akan digunakan sebagai perantara pengobatan sang dukun cilik. Kesempatan emas ini pun masih saja dimanfaatkan segelintir orang untuk mencari keuntungan lebih. Ya, kupon yang semula dijual hanya Rp. 2.000,- kini dijual menjadi Rp 50.000,- sampai Rp. 100.000,-. Bayangkan keuntungan dari fenomena ini?

Saya tak ingin mempermasalahkan rezeki nomplok ini. Karena pertama kali yang terbesit dalam hati saya adalah hanya sampai disinikah pemikiran orang-orang yang katanya hidup dijaman modern ini? Lalu dimanakah makna Pendidikan yang telah berjalan selama ini. Bukan hanya pendidikan formal, tapi juga pendidikan Agama? Sudah begitu rapuhkah keimanan kita sebagai umat? Dimanakah Mereka itu berdiri dan melihat fenomena ini? Dimanakah kita, sebagai makhluk yang menyatakan diri sebagai manusia, makhluk yang paling mulia didunia ini dan yang memiliki akal serta fikiran ini berada? Apakah yang sebenarnya terjadi? Dan berbagai macam pertanyaan, yang justru membuat saya sedih dan kecewa sebagai salah satu umat manusia.

Saya tidak pernah sedikitpun meragukan Kekuasaan Ilahi. TIDAK PERNAH SEDIKIT PUN MERAGUKAN KUASA NYA ILAHI. Saya juga seorang umat beragama. Saya juga tidak mempermasalahkan tentang pengobatan alternative. Seperti debat antara Medis vs Mistik. TIDAK! Karena saat ini pun saya jelas-jelas sedang menjalani pengobatan alternative. Tapi bukan disitu duduk permasalahannya. Tapi bagaimana kita menyikapi kejadian ini. Apa dan Siapa yang salah? Tidak seorangpun dari kita yang akan mengakuinya. Kita pasti akan punya berjuta-juta alasan untuk membenarkan keputusan kita itu. Dan jangan pernah menunjuk orang lain bersalah! JANGAN!

Tapi cobalah sedikit berfikir jernih, kalau hanya untuk berobat mengapa harus mengorbankan nyawa? Haruskah 4 nyawa baru menyadarkan kita akan bahayanya sebuah antrian masal, perkumpulan masal? Sedikit saja ada percikan, bisa menimbulkan ledakan yang begitu dahsyat. Tidak belajarkah dari Tragedi di DPRD Sumatera Utara? Relakah kita untuk mengobati borok dijari tangan, dengan harus memenggal seluruh lengan? Apakah ini sudah menjadi hal wajar dijaman ini? Dimana letaknya Ayat-Ayat Suci yang telah diturunkan oleh Sang Maha Segalanya?


“Bukankah Aku pernah berpesan kepada kamu semuanya wahai keturunan Adam agar kamu tidak menyembah setan, sebenarnya setan itu adalah musuh yang amat nyata. Dan hendaknya kamu sembah Aku, inilah jalan yang selurus-lurusnya. Sebenarnya setan itu telah menyesatkan sebagian besar dari kamu, apakah tidak terpikir oleh kamu sekalian. (QS. Yaasin : 60, 61, 62)”

Sampai kapan kita harus belajar dari pelajaran masa lalu? Apakah kita sama rendahnya seperti seekor keledai? Ya, karena hanya keledai yang terperosok dalam lobang yang sama berkali-kali. Saya pernah membaca, bahwa Tikus tidak akan memakan makanan yang telah membuat teman-teman nya mati. Lalu dimanakah posisi kita saat ini?

Saya mencoba menarik kebelakang apa sebenarnya yang terjadi disini? Dinegeri dimana saya berada ini. Mengapa mudah sekali manusianya terpengaruh, latah, suka pada yang instant (padahal yang instant tadi banyak racun didalamnya). Bagaimana mungkin kita mengharapkan hasil yang baik, bila tidak didapat dari perjuangan yang panjang?

Bagaimana mungkin dengan begitu mudahnya, kita dibawa oleh pengaruh-pengaruh yang belum tentu kebenarannya. Kita mudah diperdaya, mudah terhasut, mudah terseret ombak duniawi. Dimanakah pengendali kita, dimanakah control kita, dimana? Mengapa begitu rapuhnya kita?

Sudah demikian miskinkah kita, sudah sedemikian susahkah kita. Sehingga untuk merenung sesaat saja, kita sudah tidak mampu? Apakah kita musti menerima bencana bertubi-tubi? Agar kita merenung, bersatu, menyadari kekeliruan kita selama ini. Apa yang telah kita perbuat, apa yang telah terjadi. Saya tidak ingin mengajak orang lain untuk selalu mengingat masa lalu yang mungkin kelam, gelap dan penuh derita. Tapi cobalah untuk menyadari, bahwa yang terjadi saat ini tidak terlepas dari masa lalu.


Duka, musibah, derita, sakit sesungguhnya adalah obat. Ya, semuanya adalah OBAT! Obat dari kesalahan, kekeliruan, dosa-dosa kita dimasa lalu. Atau bahkan anugerah Ilahi pada kita. Tidakkah kita sadar, pabila Tuhan mencintai suatu kaum, maka Dia akan memberi cobaan pada mereka. Tidakkah kita tahu, bahwa sakit kita justru pengobat dosa-dosa kita? Ini bukan berarti kita selalu dirundung duka, diliputi musibah diterpa sakit tiada putus-putusnya. SEKALI LAGI BUKAN!

Karena Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Semua ada kadarnya! Jangan berlebih-lebihan! Tuhan Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Percayalah sepenuhnya pada Ilahi. Karena Dia Maha Adil lagi Bijaksana. Sungguh pun setelah semuanya terjadi pastilah ada hikmah dibaliknya. Pandai-pandailah membaca, mengamati, menghayati, memahami, meresapi, serta merefleksikannya. Karena orang yang berhasil adalah orang yang mampu membaca keadaan dan memanfaatkannya. Bagaimanapun kondisinya itu!.... eddy4h.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar