Senin, 29 Juni 2009

CAHAYA YANG MENYIKSAKU



Berawal dari kesendirianku dibawah bayang-bayang temaran
Mataku sekilas merengkuh silaunya dari jauh
Silaunya membutakan hatiku
Menyisakan sembilu yang tertahan
Perlahan kucoba untuk berdiri
Mencari celah gelap diantara sinaran
Tapi tak kunjung jua ku beranjak
Sementara rasa ini sudah tak tertahankan
Pedih, perih, penat, putus asa
Tapi kembali kucoba lagi
Sementara lambaian itu mendekat
Suara-suara yang dating memecah keheningan
Menusuk telingaku
Membutakan mataku
Membekap mulutku
Mencekik leherku
Menekan dadaku
Meremas jantungku
Menghentikan semua peredaran darahku
Aku kembali terpuruk
Asa kembali melayang
Gelapku pergi melambung tinggi
Seiring jiwaku yang kembali terpuruk
Terpaku dalam silau cahaya yang menyiksaku

Minggu, 21 Juni 2009

TAK PERNAH LEBIH

Entah karena merasa terlalu lama atau karena sudah lelah berobat kesana kemari, akhirnya rasa jenuh dan putus asa itu datang juga. Yah, aku mulai “kehilangan tongkat”, patah arang. Aral yang meliputiku rasanya tak kunjung berakhir. Aku lelah menjalani ini. Seakan bayangan kelam masa laluku, yang hingga kini masih gelap, selalu menyelimutiku. Aku ingin berlari menghindarinya, tapi perasaan gelap itu selalu membayangiku. Aku mencoba mengingatnya, malah perih yang kurasakan. Seakan sakit telah memintaku menjadi pasangannya. Berbagai cara kucoba bertahan, tangan-tangan dan suara-suara persembahan kadang menguatkan niatku. Tapi dikala sepi senyap, kesakitan itu datang lagi. Aku bukan siapa-siapa dan bukan apa-apa. Tapi jalan ini terasa seperti ombak yang mengamuk dilautan. Laksana badai yang begitu dahsyat melumatkan muka bumi. Batas kemauan dan kemampuanku rasanya sudah hampir habis. Ku tak berdaya menghadapi ini. Tangan-tangan halus itu mungkin masih memberi asa buatku. Suara-suara jenaka mereka kadang menghalau dukaku. Tapi sampai kapan aku bertahan. Selaksa peristiwa kejadian yang sudah diambang penghabisan. Menyerahkan aku? Masih bertahankah diriku? Sampai kapan? Aku hanya mampu tertunduk dan menengadahkan tangan sembari air suci jatuh menetes. Hanya itu yang sanggup aku lakukan, hanya itu, tak pernah lebih!