Rabu, 13 Januari 2010

2012

Karena sebuah Film, masyarakat menjadi heboh, Pemimpin Agama saling beragumentasi, semakin heboh beritanya, semakin banyak penontonnya, yang untung makin untung aja. Sebenarnya apasih hebatnya tahun 2012? Suku Maya boleh-boleh saja meramal bahwa tahun 2012 Masehi akan terjadi kegoncangan dimuka bumi ini, yang kemungkinan menciptakan Kiamat/Akhir Jaman. Disini saya hanya ingin menggambarkan sedikit tentang sejarah terjadinya “pembuatan” Tahun Masehi ini.

Tahun Masehi dimana dalam bahasa Latin disebut Anno Domini (Tahun Tuhan) yang disingkat AD. Sebelum adanya kalender Masehi, bangsa Romawi menggunakan kalender Julian yang dihitung dari masa kelahiran Julius Caesar. Yang mana bulan pada Kalender Julian sama persis dengan kalender Masehi. Tarikh awal tahun Masehi atau tahun 1 Masehi dihitung sejak tahun yang diyakini sebagai tahun kelahiran Isa Al Masih. Walaupun perhitungan dimulai dari tarikh kelahiran Isa Al Masih, perhitungan kalender Masehi sebenarnya baru dilakukan pada tahun 526 Masehi saat Dionisius Exiguus (seorang pejabat tinggi kepausan di Roma) yang diserahi tugas menyusun kalender gereja menetapkan perhitungan tahun Anno Domini berdasarkan dugaannya bahwa Isa Al Masih lahir 526 tahun sebelum saat itu.

Gereja Katolik yang menetapkan Kalender Masehi mengatur bahwa masa sebelum kelahiran Isa Al Masih dinamakan masa Sebelum Masehi (BC = Before Christ). Perhitungan tahun dilakukan mundur atau minus berdasarkan asumsi teologis bahwa Isa Al Masih ialah penggenapan dan pusat sejarah dunia.

Sebagai catatan sebenarnya dalam satu tahun Romawi awalnya hanya ada 10 bulan sahaja, yaitu : Martinus (Maret), Aprilis (April), Maius (Mei), Junius (Juni), Quintilis (Juli),Sextilis (Agustus), September, October (Oktober), dan November (Nopember). Kemudian pada tahun ke-44 BC dikenalkan bulan Juli sebagai penghormatan kepada Julius Caesar oleh Mark Anthony dan pada tahun ke-8 BC dikenalkan bulan Agustus sebagai penghargaan kepada Raja Augustus.
Pada saat Julius Caesar berkuasa terjadi kemelesetan 3 bulan dari patokan yang seharusnya.

Dalam kunjungannya ke Mesir tahun 47 SM, Julius Caesar sempat menerima anjuran dari para Ahli Perbintangan Mesir untuk perpanjangan tahun 46 SM menjadi 445 hari dan menambah 23 hari pada bulan Februari dan menambah 67 hari antara bulan November dan Desember.
Rupanya ini merupakan tahun pertama dalam sejarah, namun adanya kekacauan selama 90 hari itu, menyebabkan perjalanan tahun kembali cocok dengan musim.

Sekembalinya ke Roma, Juliaus Caesar mengeluarkan maklumat penting dan berpengaruh luas hingga kini, yaitu penggunaan system matahari dalam system penanggalan seperti yang dipelajari dari Mesir. Adapun isi keputusan adalah :
1. Setahun berumur 365 hari, karena bumi mengelilingi matahari selama 365, 25 hari, yang sebenarnya terdapat kelebihan 0.25 x 24 jam = 6 jam setiap tahunnya.
2. Setiap 4 tahun sekali, umur tahun menjadi 366 hari, yang disebut dengan Tahun Kabisat (sebagai penampungan dari kelebihan waktu 6 jam tadi, yaitu 6 jam x 4 = 24 jam atau 1 hari). Penampungan 1 hari pada tahun kabisat dimasukan dalam bulan Februari, yang biasa berusia 29 hari menjadi 30 hari ditahun kabisat.

Sebagai peringatan pada Julius Caesar dalam melakukan penyempurnaan tarikh itu, maka tarikh tersebut disebut tarikh JULIAN, dan mengganti bulan ke-5 yang semula Quintilis menjadi Julio (Juli). Dan untuk mengabadikan nama Kaisar Augustus yang memerintah setelah Julius Caesar, nama ke-6 Sextilis dirubah menjadi Augustus (Agustus). Perubahan tersebut diikuti dengan menambah usia bulan Augustus menjadi 31 hari, karena sebelumnya bulan Sextilis usianya hanya 30 hari saja. Penambahan itu diambil dari bulan Februari, sehingga sampai sekarang usia bulan Februari hanya 28 hari saja atau 29 hari pada tahun kabisat.

Tarikh Julian akhirnya memperlihatkan kemelesetan juga, apabila pada jaman Julius Caesar jatuhnya musim semi mundur hamper 3 bulan, kini musim semi justru dirasakan maju beberapa hari dari patokan. Akhirnya kemelesetan itu dapat diketahui sebabnya, yaitu kala revolusi bumi yang semula dianggap 365,25 hari, ternyata tepapnya 365 hari, 5 jam, 56 menit kurang beberapa detik (atau 1 bulan 1 bulan = 30,4368499 hari), jadi ada kelebihan menghitung 4 menit setiap tahun yang semakin lama semakin banyak jumlahnya.

Atas kemelesetan tersebut Paus Gregious XIII Pimpinan Gereja Katolik di Roma pada tahun 1582 melakukan koreksi dan mengeluarkan sebuah keputusan bulat yaitu :
1. Angka tahun pada abad pergantian (angka tahun yang diakhiri 2 nol) yang tidak habis dibagi 400, misalkan 1700, 1800, 1900, 2100 dsb, dianggap bukan lagi tahun kabisat (catatan: sehingga tahun 2000 yang habis dibagi 400 adalah tahun kabisat).
2. Untuk mengatasi keadaan darurat pada tahun 1582 itu diadakan pengurangan sebanyak 10 hari jatuh pada bulan Oktober, yang mana pada bulan Oktober tahun 1582 itu, setelah tanggal 4 Oktober langsung ke tanggal 14 Oktober.
3. Sebagai pembaharu terakhir Paus Regious XIII menetapkan 1 Januari sebagai Tahun Baru lagi, yang mana berarti pada perhitungan Rahib Katolik, Dionisius Exoguus tergusur. Tahun baru bukan lagi 25 Maret seiring dengan pengetikan Nabi Isa. AS lahir pada tanggal 25 dan permulaan musim semi pada bulan Maret.

Dengan keputusan tersebut diatas, khususnya yang menyangkut tahun kabisat, koreksi hanya akan terjadi setiap 3323 tahun, karena dalam jangka tahun 3323 tahun itu kekuarangan beberapa detik tiap tahun akan terkumpul menjadi satu hari, berarti bila tidak ada koreksi, tiap 3323 tahun jatuhnya musim semi maju satu hari dari patokan, dalam perkembangannya, tarikh masehi dapat diterima oleh seluruh dunia untuk perhitungan dan pendokumentasian waktu secara internasional.

Kembali pada perhitungan Dionisius Exiguus. Bahwa perhitungan yang dibuat Dionisius Exiguus itu sebenarnya dilandaskan pada naskah Injil Lukas yang menyatakan bahwa Isa Al Masih mulai berdakwah pada bangsa Yahudi sejak tahun ke-15 pemerintahan Kaisar Tiberius, yang bertahta dari tahun 60 Julian sampai 83 Julian (14-37 Masehi). Injil Lukas ternyata hanya main tebak dalam menyatakan usia Isa Al Masih saat itu, karena kalimat dalam Injil itu berbunyi quasi annorum triginta (kira-kira 30 tahun). Maka Dionisius Exiguus menetapkan tahun 47 Julian sebagai tahun 1 Masehi.

Apakah sebenarnya Dionisius Exiguus tidak memahami kitab Sucinya sendiri? Menjurus pada kedua Injil dalam Alkitab (Injil Lukas & Matius) yang mencatat bahwa kelahiran Isa Al Masih terjadi pada masa pemerintahan Raja Herod di Palestina (10 sampai 43 Julian). Yang mana berarti Isa Al Masih lahir antara tahun 37 SM dan 4 SM. Injil Lukas juga menyebut bahwa Isa al-Masih lahir saat Gubernur Suriah, Quirinius, mengadakan sensus penduduk di Palestina atas perintah Kaisar Oktavianus Augustus (memerintah tahun 27 SM-14 M). Pelaksanaan sensus ini berlangsung sesudah pengangkatan Quirinius tahun 6 SM (41 Julian). Jadi Isa Al Masih kemungkinan juga dilahirkan pada tahun 42 Julian (5 SM).

Maka terjadi selisih 5 tahun antara tahun masehi yang dibuat oleh Dionisius Exiguus dengan tahun masehi yang sesuai Injil Lukas dan Matius? Berarti Tahun ini kita memasuki Tahun 2015?

Ini hanya sebuah rintisan catatan dari beberapa tulisan yang saya baca, sekiranya dapat menambah wawasan kita dan mohon ma’af apabila ada yang tidak berkenan.

Dhasa Sila

“Aja sira anlarani hati nin non – Aja amidanda tan sabenere – Aja amalat duwe nin nadwa nira – Aja tan asih in daridra – Luluta rin pandita – Aja sira katungkul ing kagunan, amujya nabhaktya – Aja memateni yen tan sabenere – Uttama si yen sira akalisa rin pati – Sampuraha rin tiwas – Anulaha saama daana ajaapilih jana.”

Hasan Ali Ansar

“Bukan kehendak angan-angan, bukan ingatan, pikiran atau niat, hawa nafsu pun bukan, bukan pula kekosongan atau kehampaan. Penampilanku sebagai mayat baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, nafasku terhembus di segala penjuru dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru. Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, manusialah yang memberi nama.”

Ngrame tapa ing panggawe Iguh dhaya pratikele Nukulaken nanem bibit Ono saben galengane Mili banyu sumili Arerewang dewi sri Sumilir wangining pari Sêrat Niti Mani. Wontên malih kacarios lalampahanipun Seh Siti Jênar, inggih Seh Lêmah Abang. Pepuntoning tekadipun murtad ing agami, ambucal dhatêng sarengat. Saking karsanipun nêgari patrap ing makatên wau kagalih ambêbaluhi adamêl risaking pangadilan, ingriku Seh Siti Jênar anampeni hukum kisas, têgêsipun hukuman pêjah. Sarêng jaja sampun tinuwêg ing lêlungiding warastra, naratas anandhang brana, mucar wiyosing ludira, nalutuh awarni seta. Amêsat kuwanda muksa datan ana kawistara. Anulya ana swara, lamat-lamat kapiyarsa, surasa paring wasita. Kinanti Wau kang murweng don luhung, atilar wasita jati, e manungsa sesa-sesa, mungguh ing jamaning pati, ing reh pêpuntoning tekad, santa-santosaning kapti. Nora saking anon ngrungu, riringa rêngêt siningit, labêt sasalin salaga, salugune den-ugêmi, yeka pangagême raga, suminggah ing sangga runggi. Marmane sarak siningkur, kêrana angrubêdi, manggung karya was sumêlang, êmbuh-êmbuh den-andhêmi, iku panganggone donya, têkeng pati nguciwani. Sajati-jatining ngelmu, lungguhe cipta pribadi, pusthinên pangesthinira, ginêlêng dadi sawiji,wijanging ngelmu jatmika, neng kaanan ênêng êning.

Hasan Ali Ansar

“Bukan kehendak angan-angan, bukan ingatan, pikiran atau niat, hawa nafsu pun bukan, bukan pula kekosongan atau kehampaan. Penampilanku sebagai mayat baru, andai menjadi gusti jasadku dapat busuk bercampur debu, nafasku terhembus di segala penjuru dunia, tanah, api, air, kembali sebagai asalnya, yaitu kembali menjadi baru. Bumi langit dan sebagainya adalah kepunyaan seluruh manusia, manusialah yang memberi nama.”

Ngrame tapa ing panggawe Iguh dhaya pratikele Nukulaken nanem bibit Ono saben galengane Mili banyu sumili Arerewang dewi sri Sumilir wangining pari Sêrat Niti Mani. Wontên malih kacarios lalampahanipun Seh Siti Jênar, inggih Seh Lêmah Abang. Pepuntoning tekadipun murtad ing agami, ambucal dhatêng sarengat. Saking karsanipun nêgari patrap ing makatên wau kagalih ambêbaluhi adamêl risaking pangadilan, ingriku Seh Siti Jênar anampeni hukum kisas, têgêsipun hukuman pêjah. Sarêng jaja sampun tinuwêg ing lêlungiding warastra, naratas anandhang brana, mucar wiyosing ludira, nalutuh awarni seta. Amêsat kuwanda muksa datan ana kawistara. Anulya ana swara, lamat-lamat kapiyarsa, surasa paring wasita. Kinanti Wau kang murweng don luhung, atilar wasita jati, e manungsa sesa-sesa, mungguh ing jamaning pati, ing reh pêpuntoning tekad, santa-santosaning kapti. Nora saking anon ngrungu, riringa rêngêt siningit, labêt sasalin salaga, salugune den-ugêmi, yeka pangagême raga, suminggah ing sangga runggi. Marmane sarak siningkur, kêrana angrubêdi, manggung karya was sumêlang, êmbuh-êmbuh den-andhêmi, iku panganggone donya, têkeng pati nguciwani. Sajati-jatining ngelmu, lungguhe cipta pribadi, pusthinên pangesthinira, ginêlêng dadi sawiji,wijanging ngelmu jatmika, neng kaanan ênêng êning.