Selasa, 17 Maret 2009

Aku, sang "Pangeran", dan Golongannya

Hari ini seperti hari-hari kemarin
Sang “Pangeran” datang dengan golongannya

Bersama kaumnya ia bercerita selaksa pujangga
Berjalan dengan gagah laksana ksatria pemberani
Dengan kendaraan seakan paling sempurna
Berjubah serba gemerlap
Berhias permata intan berlian
Bermahkotakan kilauan rubi nan elok
Bermain dengan koin-koin emas “mu”
Sambil menyantap masakan nan lezat engkau bercanda
Engkau angkat cangkir-cangkir memabukanmu
Dalam berbagai cerita indahmu

Engkau fikir siapa sesungguhnya dirimu?!
Tak tahukah bahwa bahasa dan suaramu
Lebih rendah dari suara keledai??
Tak tahukah nada-nadamu adalah anak panah tak berperi
Kegagahan mu tanda dari semua kehinaan mu
Kendaraan dan perhiasan mu juga mengungkapkan
Makanan dan minuman lezat nan memabukan
Bukanlah laksana surga adanya yang kau rasa
Betapa rendah dan nistanya dirimu

Tak tahukah engkau?!
Semua yang kau miliki sesungguhnya bukan milik mu!!

Tak malukah engkau?!
Setiap yang kau miliki terdapat hak orang lain!!

Engkau dan kaummu sama saja!
Aku beritahu atau pun tidak

Apakah engkau tak sadar?!
Aku, engkau, kaummu, dan kita semua
Adalah tetesan air hujan
Begitu banggakah engkau akan tetesan itu??!
Tak kah engkau ketahui tentang luasnya samudera??!!
Apakah engkau dapat menandinginya??

Hanya karena tetesmu nampak lebih berkilau??
Tahukah bahwa kemilau itu semu??
Takkala sang surya kembali keperaduan
Takkala rembulan menyapa
Semua binar-binar cahayamu akan lenyap
Ditelan kelamnya malam nan mencekam
Akan kah kau kira keabadian akan menyertaimu??

Ha….ha….ha….
Aku tertawa dihujung bibirku
Siapa yang harus kutertawakan??
Nikmat suciku??!!
Atau cobaan nikmatmu??!!

Hik….Hik….Hik….
Aku pun menangis dihujung tawaku
Sebenarnya siapa yang harus kutangisi??
Nasibku??!!
Atau ceria mu??!!

Bersama sang angin aku bercerita
Menumpahkan cerita ini sambil berharap
Tapi sang angin malah diam tak bergeming
Sementara suara mu makin membumbung tinggi
Suaraku tak kunjung beranjak

Bersama tanah kering yang berbatu tajam aku tertinggal
Kelu lidahku,
Perih hatiku
Nanar tatapanku
Pahit rasanya

Apa yang harus kukejar????!!!!
Sementara napasku sudah habis terkuras
Waktu ini semakin lambat berputar
Sementara sang Surya makin terik menggilasku

Aku semakin penat dalam kebimbangan
Kadang hati menyemangati, tapi kadang serasa menikamku
Aku hanya bisa diam, diam, dan diam
Menunggu rembulan menggapai jiwaku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar